Posts Tagged ‘bentuk malas’

Kemalasan ini termasuk kata yang paling tua dipakai manusia. Kita akrab dengan kata ini dari kecil sampai tua. Malas adalah suatu perasaan di mana seseorang akan enggan melakukan sesuatu karena dalam pikirannya sudah memiliki penilaian negatif atau tidak adanya keinginan untuk melakukan hal tersebut.

Penyebab kemalasan adalah cinta kesenangan, mengutamakan pengangguran dan tidak siap menghadapi kesulitan. Bisa juga rasa malas timbul karena tabiat/ kebiasaan seseorang yang cenderung bermalas-malasan, keadaan lingkungan juga berpengaruh terhadap mood/selera seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.

 BENTUK & SIFAT

  1. Kemalasan yang dipicu oleh perubahan faktor eksternal. Meminjam istilah yang dipakai Philip G. Zimbardo, Scott, Foresman (1979) dalam bukunya Psychology & Life, ini bisa disebut kemalasan yang bentuknya “state” (keadaan). Seorang pengusaha akan mendadak malas berusaha ketika uang hasil usahanya selama raib ditipu orang. Seorang pelajar / mahasiswa akan mendadak malas ketika dosen / guru kesayangannya tidak lagi diberi tugas mengajar materi kesayangan. Banyak orang yang tiba-tiba malas saat isi dompetnya kosong. Umumnya, kemalasan yang bentuknya “state” ini bersifat sementara (temporer).
  2. Kemalasan yang timbul akibat irama mood. Mood adalah perubahan intensitas perasaan. Ada yang menyebutnya juga dengan istilah siklus kehidupan (life cycle). Kemalasan semacam ini umum dialami oleh hampir semua manusia. Orang yang paling giat pun terkadang menghadapi saat-saat yang membuatnya merasa malas. Yang membedakan orang di sini bukan soal pernah dan tidak pernahnya, tetapi adalah apa yang dilakukan saat detik-detik buruk itu tiba. Ada yang hanya melamun, jalan-jalan ke sana kemari tanpa tujuan, ada yang mengisi membaca, menonton dan lain-lain.
  3. Kemalasan yang memang itu kita sendiri yang menciptakan. Kemalasan semacam ini bisa disebut “trait” yang berarti bawaan. Bawaan di sini maksudnya bukan bawaan dari lahir atau semacam yang sering kita sebut “takdir seseorang”. Bawaan di sini maksudnya kita yang menciptakan, kita yang memilih, kita sendiri yang menjadi penyebabnya. Kemalasan seperti ini sifatnya permanen, atau abadi. Selama kita tidak mengubahnya, selama itu pula kemalasan itu bertengger di dalam diri kita. Ada yang bilang, kemalasan bawaan ini tidak ada obatnya. Siapapun tidak dibekali mukjizat untuk menyembuhkan penyakit yang bernama kemalasan bawaan ini, termasuk para nabi.

PENYEBAB KEMALASAN

Menurut logika yang normal, tentu tidak ada orang yang ingin malas. Buktinya, tidak ada orang yang merasa bahagia dengan kemalasannya. Jika begitu, berarti kira-kira kemalasan itu muncul karena ada sesuatu. Apa sesuatu itu? Tentu ini banyak. Berdasarkan praktek dan teori, ada beberapa hal yang bisa kita jadikan petunjuk atau acuan, yaitu:

  1. Tidak memiliki sasaran hidup yang jelas.

Sasaran ini bisa berbentuk: apa yang ingin kita lakukan, apa yang ingin kita raih, apa yang ingin kita miliki. Sasaran ini ada yang bersifat jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. Ada yang disebut visi, tujuan (goal), atau juga target. Kenapa sasaran itu terkait? Karena kalau kita sudah tahu sasaran yang kita inginkan, maka logikanya kita akan terdorong untuk mencapainya. Kejelasan sasaran terkait dengan kekuatan motivasi dan tekad seseorang. Menurut Anthony Robbin, di dunia ini sebetulnya tidak ada orang yang malas. Orang menjadi malas karena tidak memiliki tujuan yang jelas. Penjelasan lain mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki sasaran atau tujuan hidup yang benar-benar ingin diraih sangat berpotensi terkena apa yang disebut kemandekan batin. Batin yang mandek gampang dihinggapi berbagai penyakit dan kotoran, salah satunya adalah kemalasan. Jadi, kemalasan terkait dengan “developmental process”.

  1. Filsafat hidup yang negatif.

Misalnya: “Daripada sudah bekerja keras tetapi tidak kaya-kaya, mendingan kerja asal-asalan aja”, “Ngapain sekolah rajin, toh sudah banyak sarjana yang nganggur”, “Boro-boro cari rizki yang halal, yang haram aja susahnya minta ampun”, dan lain-lain. Kenapa itu semua disebut negatif? Secara arah (direction and orientation), kesimpulan demikian kerap menggeret kita pada pola hidup yang malas. Jadi, yang perlu kita waspadai adalah arahnya, bukan semata benar dan salahnya secara konten. Lebih baik kita berpikir perlu belajar yang lebih giat lagi supaya tidak menjadi sarjana yang nganggur. Lebih baik berpikir perlu bekerja lebih keras lagi dan lebih cerdas lagi supaya kaya. Meski ini tidak bisa memberikan jaminan dalam waktu yang sekaligus, tetapi arahnya positif, dinamikanya positif dan energinya positif. Kita perlu sadar bahwa terkadang ada banyak ucapan yang benar tetapi tidak bermanfaat (positif).

  1. Terlalu banyak dan terlalu lama membiarkan pikiran atau perasaan negatif.

Semua orang pada dasarnya pernah memunculkan pikiran negatif terhadap diri sendiri, orang lain atau keadaan. Yang membedakan terkadang adalah kadarnya, frekuensinya dan kecepatannya dalam membersihkan diri. Kenapa pikiran dan perasaan berpengaruh? Ini sudah jelas dapat kita rasakan langsung. Kalau kita membiarkan penilaian negatif terhadap diri sendiri yang terlalu lama atau terlalu banyak, maka yang muncul adalah kesimpulan akumulatif yang negatif. Misalnya: saya tidak mampu, saya tidak bisa, saya selalu minder, saya ragu-ragu, saya malas-malasan, saya tidak bahagia dengan diri saya, dan seterusnya. Kesimpulan demikian memang tidak membuat kita mati, tetapi seperti yang kita alami, kesimpulan demikian sangat menghalangi munculnya energi positif. Karena itu, baik ajaran agama atau ilmu pengetahuan punya nasehat yang sama. Dalam keadaan apapun atau dalam posisi apapun kita dianjurkan untuk memilih pikiran dan mentalitas yang berorientasi syukur. Syukur artinya kemampuan seseorang dalam mengoptimalkan penggunaan resource yang sudah ada untuk meraih prestasi dengan cara-cara positif. Berpikirlah untuk menggunakan potensi dan fasilitas seoptimal mungkin. Karena kita selalu rentan terkena pikiran negatif, baik itu kita ciptakan sendiri atau kiriman dari orang lain, maka idealnya, membersihkan pikiran dan perasaan itu perlu kita lakukan seperti kita mandi yang tidak pernah cukup sekali. Tidak cukup membaca buku sekali, tidak cukup mendengarkan nasehat inspiratif sekali, tidak cukup membaca artikel sekali dan tidak cukup memotivasi diri sekali. Itu kita butuhkan sepanjang hidup sejauh kita merasakan adanya kotoran yang mengganggu.

  1. Tidak mau memilih yang positif.

Untuk orang dewasa ini adalah kunci. Gagal bercinta, gagal usaha, gagal berkarir, dan lain-lain, memang itu semua bisa memicu kemalasan. Tetapi, seperti yang sudah kita singgung, kemasalan di situ sifatnya hanya sementara. Yang kerap membuatnya abadi adalah penolakan untuk segera bangkit. Jika kita menolak membangkitkan-diri, semua kemalasan sifatnya abadi. Jika kita tetap memilih menjadi pemalas, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa membuat kita menjadi tidak malas. Kalau mau pakai pendapat Bandura berbagai prilaku immoral dan kurang berarti itu (termasuk kemalasan), lebih terkait dengan mekanisme mental ketimbang dengan kesalahan sistem nilai yang dianut seseorang. Untuk orang dewasa, pasti semua sudah tahu kalau kemalasan itu bukan sesuatu yang positif. Meski sudah tahu semua tetapi pengetahuan ini tidak otomatis menggerakkan perilaku seseorang supaya tidak malas. Ini bukti bahwa kemalasan itu lebih terkait pada mekanisme mental atau mentalitas seseorang. Tindakan kita, kata Dietrich Bonhoeffer, lebih banyak digerakkan oleh kesadaran untuk bertanggung jawab. Kalau kita sadar tanggung jawab kita sebagai pelajar/mahasiswa, rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi pelajar yang malas. Kalau kita sadar tanggung jawab kita sebagai karyawan, rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi karyawan yang malas. Kesadaran inilah yang memunculkan motivasi dan komitmen intrinsik (inisiatif dan tekad dari dalam).

  1. Kurang belajar menggunakan ledakan emosi.

Marah, tidak puas, malu, takut, ingin dipuji, dan seterusnya itu adalah termasuk bentuk ledakan emosi. Hal ini bisa kita gunakan untuk mengusir kemalasan dan bisa pula kita gunakan untuk menambah kemalasan. Takut akan dimarahi orangtua kalau nilai kita jeblok dapat kita gunakan untuk memacu diri dalam belajar. Malu dikatakan orang nganggur bisa kita gunakan untuk memperbanyak aktivitas. Tidak puas atas nasib kita pada hari ini dapat kita gunakan untuk mendorong perubahan. Jadi meski ada ledakan emosi negatif dan positif tetapi penggunaannya diserahkan kepada kita. Kalau digunakan untuk hal-hal positif, jadinya positif. Tetapi kalau digunakan untuk hal-hal negatif, ya jadinya bertambah negatif. Untuk orang yang belum sanggup membangkitkan gairah dari dalam dirinya atau orang yang belum berhasil membangun pondasi personal yang kuat, tehnik ini lebih sering berhasilnya. Hanya saja durasinya sementara dan gampang luntur di samping itu juga bisa berpotensi menimbulkan penyimpangan (motivasi minus atau negatif). Karena itu tetap dibutuhkan transformasi ke dalam.

MENGATASI MALAS

Caranya adalah mengobarkan semangat dengan perasaan takut ketinggalan sesuatu yang dicita-citakan, takut jatuh terperosok ke dalam celaan atau takut terjadi penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Kesedihan orang yang lalai dan lengah akan terasa lebih menyakitkan daripada segala siksaan manakala ia menyaksikan keberhasilan orang yang giat dan bersungguh-sungguh. Membiasakan bersikap disiplin akan mengurangi rasa malas, melakukan sesuatu yang terjadwal, jadi kalau kita sudah memiliki perencanaan yang rapi, rasa malas itu akan hilang untuk itu kita perlu menjadikan diri kita sendiri sebagai pusat (locus of control). Alasannya sangat jelas. Meski memang ada sejumlah faktor eksternal yang membuat kita malas, tetapi kalau kita bertekad menolak menjadi pemalas, maka kemalasan itu sementara sifatnya. Tapi bila tidak, kemalasan yang dipicu apapun akan abadi atau minimalnya berlangsung terlalu lama, bahkan bisa menjadi label, ciri khas atau sifat.

MEMBANGUN PONDASI PERSONAL

Kenapa perlu membangun pondasi personal? Seperti yang sudah kita singgung, penyebab dan pemicu kemalasan itu kalau dicari banyak (tak terhitung). Apalagi jika yang kita cari itu adalah sebab eksternal di luar diri kita. Meski demikian, toh ujung-ujungnya yang akan menjadi kunci utama di sini adalah tetap diri kita. Inilah alasan kenapa kita perlu membangun fondasi itu.

Fondasi personal adalah seperangkat dasar-dasar hidup yang kita gunakan sebagai landasan dalam melangkah. Dengan fondasi yang kuat ini diharapkan hidup kita tidak mudah goyah atau ambruk oleh hal-hal yang tidak kita inginkan. Apa yang diperlukan untuk membangun pondasi personal ini?

  1. Menjaga stabilitas.

Kata orang, hidup ini seperti sepeda. Agar stabilitasnya terjaga, maka harus digerakkan, dijalankan atau dinaiki. Begitu sepeda itu berhenti, maka stabilitasnya hilang. Bagaimana menstabilkan hidup? Ini memang butuh sasaran dan program. Seperti yang sudah kita bahas, sasaran itu akan menggerakkan kita untuk mencapainya. Supaya keseimbangannya sempurna, sasaran itu kita susun seharmonis mungkin dengan keadaan diri kita. Katakanlah jika anda seorang pelajar atau mahasiswa. Jika anda membuat sasaran yang tidak match dengan keberadaan anda sebagai pelajar atau mahasiswa, ini akan berpotensi menimbulkan kemalasan dalam belajar. Buatlah sasaran, target, program yang match dengan keberadaan dan keadaan anda saat ini.

  1. Perlu melakukan alignment.

Istilah ini kerap dipakai dalam manajemen bisnis. Pengertian dasarnya adalah upaya untuk meluruskan langkah agar tidak keluar dari track, rel, sasaran, target, tujuan, visi, misi dan seterusnya. Menjalankan usaha itu sama seperti menajalankan kapal. Angin kencang, ombak, badai atau cuaca buruk bisa membelokkan arah kapal lalu keluar dari track. Supaya kembali pada track harus ada “alignment”. Begitu juga dengan hidup kita. Banyak peristiwa atau perlakukan dari luar yang berpotensi memicu kemalasan, seperti misalnya: gagal, menghadapi orang yang tidak ko-operatif, dizholimi orang, dan lain-lain. Banyak juga kebutuhan, keinginan dan masalah yang terkadang menghimpit lalu membuat kita keluar dari track. Supaya itu semua tidak menjadi pemicu dan penyebab kemalasan yang abadi atau terlalu lama maka dibutuhkan alignment. Ini misalnya kita mengingat lagi sasaran kita, tujuan kita, target kita, program kita, dan seterusnya.

  1. Perlu memiliki personal-urgency.

Urgency di sini desakan ke dalam atau semacam deadline yang kita buat sendiri untuk diri kita (personal-impose). Untuk membangkitkan diri atau mengusir kemalasan, baik itu temporer atau abadi, biasanya ini dibutuhkan. Kekurangan kita umumnya adalah terlalu lama memikirkan dan merasakan kemalasan, misalnya: kenapa saya malas, apa yang membuat saya malas, bagaimana tip-tipnya supaya tidak malas, dan lain-lain tetapi tidak membuat kita segera melaksanakan personal-impose. Adapun tehniknya mungkin perlu memberi batas waktu atau target pencapaian yang spesifik. Ini bisa kita mulai dari yang paling kecil misalnya bangun pagi. Banyak orang yang tidak bisa bangun pagi karena tidak memiliki deadline jam berapa harus bangun dan apa yang akan dilakukan setelah bangun pagi. Karena itu, para ahli menyarankan timing dalam membuat sasaran, entah itu jangka pendek, menengah atau jangka panjang.

  1. Perlu pembelajaran yang terus menerus (continuous learning).

Seperti yang sudah sering kita bahas, pembelajaran itu artinya memperbaiki diri dari apa yang kita lakukan. Untuk bisa belajar ini syaratnya hidup kita harus dinamis. Syarat untuk dinamis harus ada sasaran yang betul-betul kita perjuangkan. Rasanya sulit untuk memperbaiki diri tatkala hidup kita statis atau diam. Batin yang dinamis melahirkan kemauan keras, sementara batin yang statis biasanya malah membuat kita keras kepala.

Perlu membuka diri terhadap berbagai pencerahan atau sesuatu yang bisa meng-inspirasi, memotivasi, membersihkan kotoran batin dan menghidupkan pikiran. Ini bentuknya banyak, misalnya saja: membaca buku atau artikel, mendengarkan ceramah atau cerita orang, melihat kejadian, berwisata yang mendidik, dan lain-lain. Intinya, seperti kesimpulan Krishnamurti saat ditanya wartawan, kemalasan itu muncul when the mind is a sleep.

SUMBER:

http://dwi-jo.blogspot.com/2011/03/pengertian-malas.html

http://nuansa-undip.blogspot.com/2009/07/penyebab-kemalasan.html

http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=319

PROSA